Permasalahan Pengelolaan Aset Eks Belanda
PILARGLOBALNEWS,-- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengadakan rapat membahas penertiban pengelolaan aset tanah peninggalan Belanda/objek Panitia Pelaksanaan Penguasaan Benda Tetap Milik Belanda (P3MB)/Presidium Kabinet Dwikora 1955 (PRK.5). Rapat digelar di Ruang Rapat Gedung Merah Putih KPK, Kamis 28 Oktober 2021.
“Kita pahami bersama permasalahan dalam pengelolaan aset eks
Belanda yang bernilai strategis ini berpotensi hilangnya aset baik berupa tanah
ataupun bangunan. Untuk itu KPK hadir guna menutup celah terjadinya potensi
korupsi ataupun kerugian negara,” ujar Narahubung KPK untuk wilayah DKI Jakarta
Hendra Teja.
Hendra menjelaskan bahwa selain pengamanan, penertiban dan
penyelamatan aset, lebih jauh KPK mendorong dilakukannya upaya optimalisasi
pemanfaatan aset-aset tersebut untuk meningkatkan pendapatan asli daerah
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perumahan Rakyat
dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Provinsi DKI Jakarta, jumlah Surat Izin
Perumahan (SIP) yang terbit berjumlah 1.281 bidang. Selain penerbitan 62 SIP
untuk kepemilikan P3MB dan 3 SIP untuk kepemilikan PRK5, juga termasuk di
dalamnya 564 unit rumah ber-SIP yang belum diketahui kepemilikannya. SIP adalah
izin yang diberikan sebagai hak untuk menghuni yang berlaku selama 3 tahun dan
bukan hak untuk memiliki.
“Kalau saat ini kita minta mereka meninggalkan hunian
tersebut, akan timbul masalah baru, yaitu akan tinggal di mana mereka? Padahal
saat ini saja kita sudah sangat kewalahan menangani problematika hunian layak
misalnya akibat penggusuran,” ujar Kepala Bidang Regulasi dan Peran Serta
Masyarakat DPRKP Pemprov DKI Jakarta Ledy Natalia.
Sementara itu, mewakili Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi DKI
Jakarta M. Unu Ibnudin menyampaikan bahwa berdasarkan Peraturan Gubernur, tanah
eks Belanda adalah tanah negara yang dikuasai Pemprov khususnya DKI Jakarta dan
disewakan kepada masyarakat. Selanjutnya, katanya, apabila dimohonkan haknya
maka ada pemasukan ke negara sebesar 25 persen.
Unu juga menilai yang lebih memiliki unsur keperdataan
adalah Pemprov DKI yang selama ini memberikan izin kepada penghuni untuk
menyewa dan menempati sementara tanah/bangunan eks Belanda tersebut. Unu juga
mengusulkan adanya sampling eksekusi penghentian SIP di wilayah Jakarta Pusat.
Setelah SIP dihentikan, Pemprov DKI Jakarta kemudian dapat memulai proses
pemenuhan syarat pendaftaran sertifikasi aset.
“Hal ini perlu dilakukan dalam rangka memberikan kepastian
hukum terhadap aset-aset tersebut dan pemberian pelayanan optimal kepada
masyarakat DKI Jakarta. Saran saya kita mulai dengan rumah-rumah di atas tanah
dengan status kepemilikan Kota Praja yang belum dicatat sebagai aset milik
Pemprov DKI Jakarta,” ujar Unu.
Menutup diskusi, dengan mempertimbangkan berbagai masukan
KPK memberikan empat rekomendasi. Pertama, KPK menyepakati perpanjangan SIP
untuk nama yang sama, namun masih mendorong moratorium pemberian SIP kepada
ahli waris penghuni rumah eks Belanda.
Ketiga, perlu dipikirkan mekanisme evaluasi terkait
pemanfaatan aset bagi penerimaan daerah dan regulasi yang perlu disusun sebagai
dasar hukum.
“Terakhir, perlu
identifikasi terhadap tanah ex Belanda yang berdasarkan ketentuan adalah milik
atau dapat dimiliki oleh Pemprov DKI atau negara, agar dapat segera dilakukan
pengamanan fisik dan proses pensertifikatan,” tutup Hendra.(humaskpkred)
Tidak ada komentar